05/10/12

Kurang kerjaan

Ini tulisan iseng dari masa kurang kerjaan gue... muahahehe..


Sudah seminggu setelah kepindahanku ke sini. Aku memang belum terbiasa dengan lingkunganku sekarang, di kota ini. Di rumah baru ini aku masih merasa seperti bukan rumahku.  Cat dinding kamar yang berbeda, penataan yang berbeda, dan tetangga yang berbeda.
Jika dulu, Minggu pagi aku selalu keluar rumah dan pergi ke rumah Ayna, sahabat karibku. Rumahnya memang agak jauh dari rumahku, tapi aku masih sanggup untuk ke rumahnya dengan mengayuh sepeda. Sekarang, hari Minggu menjadi membosankan bagiku. Aku yang sulit berbaur dengan lingkungan baru ini terasa seperti di penjara. Mau  keluar rumah, tidak tahu harus ke mana. Di dalam rumah, aku hanya ditemani ponsel dan laptopku. Ayah dan ibuku pergi bekerja, dan aku adalah anak tunggal. Inginnya aku segera masuk sekolah untuk mencari teman.
Hari pertamaku masuk sekolah pun datang. Tepat pagi ini, aku sudah bersiap-siap menanti perjumpaan pertama dengan teman-temanku di sekolah baru nanti. Yah, aku memang tidak tahu seperti apa anak-anak di sekolahku nanti, tapi aku yakin banyak orang baik di sana.
“Vera, cepat habiskan sarapanmu! Jangan sampai terlambat di hari pertama!” perintah ibu. Aku langsung melahap habis roti isi selai kacangku, minum segelas susu, lalu mengambil tasku.
“Bu, Vera berangkat ya! Assalamu’alaikum!” ucapku yang langsung mencium tangan ibu. Ibu mejawab salamku, aku pun langsung keluar pintu dan mengambil sepedaku. Ya, sepeda adalah salah satu teman setiaku. Tanpa sepeda, aku pasti sudah mengeluh setiap hari karena harus berjalan kaki.
Rambut sebahuku yang diikat melayang diterpa angin. Kulihat jam tangan di tangan kananku, jarum jam menunjukkan pukul 06.46, sementara bel berbunyi pada pukul 07.00. aku tidak tahu berapa waktu yang kubutuhkan untuk sampai ke sekolah dengan sepeda. Tapi karena takut telat, aku pun mengayuh sepeda ini lebih cepat lagi.
Hembusan angin pagi membuatku kedinginan. Tapi aku sudah biasa dengan itu. Kembali kulihat jam tanganku, pukul 06.55! Dan aku belum melihat papan bertuliskan “SMP 1 INSAN BAKTI” di kiri jalan. Aku mengayuhkan sepeda ini lebih cepat lagi. Tidak pernah aku secepat ini mengayuh sepeda untuk masuk sekolah.
Akhirnya papan itu terlihat, pertanda sebentar lagi aku sampai. Sejurus kemudian, aku hentikan sepedaku dan aku pakirkan pada tempatnya. Kulihat sejenak bangunan megah bernuansa biru ini. Inilah sekolah baruku. Setelah puas mengagumi sekolah ini, aku mencari ruang kepala sekolah.
TEETTT....!! TEETTT...!!
Bel masuk berbunyi tepat ketika aku menemukan ruang kepala sekolah. Anak-anak murid SMP 1 INSAN BAKTI ini langsung berlarian masuk kelas. Aku mencoba untuk menghidar agar tidak tertabrak. Namun sialnya..
BRUKKK!!
Seseorang menbrakku hingga aku terjatuh.
“Eh, maaf-maaf!” ucap orang yang menabrakku itu seraya membantuku bangun. Ia adalah siswi yang tingginya hampir sama denganku. Berambut panjang dan cantik. Kelihatannya dia orang baik.
“Eh, iya. Gapapa kok.”
“Yaudah kalo gitu, gua ke kelas dulu ya!” siswi itu langsung berlari meninggalkanku. Aku hanya tersenyum.
Baru saja aku mau mengetuk pintu ruang kepala sekolah, seseorang membuka pintu itu dari dalam. Ternyata seseorang itu adalah Pak Wawan, sang kepala sekolah.
“Vera ya?” tanya Pak Wawan, aku mengangguk. “Mari bapak antarkan ke kelas.” Pak Wawan pun berjalan dan aku mengekor di belakang beliau.
Aku dan Pak Wawan sampai di kelasku, 7C. Pak Wawan mengetuk pintu, guru perempuan yang sedang  mengajar pun langsung menengok ke arah pintu. Pak Wawan mengatakan bahwa anak yang bersamanya adalah murid baru. Pak Wawan pun menyerahkanku kepada guru itu yang bernama Bu Diana, lalu pergi. Bu Diana pun menyuruhku memperkenalkan diri.
Gugup. Aku merasa gugup. Kutatap satu-satu anak-anak di kelas ini, semuanya tampak baik. Tapi itu baru tampak saja.
Setelah memperkenalkan diri, Bu Diana mempersilahkan aku duduk di salah satu bangku yang masih kosong. Aku pun berjalan menuju bangku di barisan dua, di mana seorang murid perempuan berkulit  sawo matang dan berambut sepunggung menjadi teman sebangkuku. Kuharap ia tidak menyebalkan.
“Hai, nama gue Nessa.” Sapa anak itu. Aku tersenyum dan membalas sapaannya.
“Vera.”
Nessa membalas tersenyum.
Setelah beberapa lama kemudian, waktu istirahat tiba. Nessa mengajakku untuk ke kantin. Tentu saja aku menerima ajakannya. Kami pun beranjak ke kantin sekolah.
“Eh, lu suka basket nggak?” tanya Nessa.
“Suka sih, cuma jarang main.”
“Ooh, kalau gue suka banget waktu SD, tapi di SMP ini ga ada klub basket ceweknya gara-gara kekurangan anggota. Nyesel banget gue..”
“Kenapa gak ikut basket jalanan aja?” tanyaku.
“Tadinya juga gue pengen ikut, tapi ga jadi, pengen serius sekolah aja.”
“Ooh..”
Aku dan Nessa terus mengobrol ngalur ngidul. Dia orangnya asik, nggak sombong dan lebay. Sepertinya aku bisa bersahabat dengannya.
Tiba-tiba..
BRUKK..!
“Ah, jalan pake mata dong!” kesalku. Ya, lagi-lagi seseorang menabrakku. Kedua untuk hari ini.
Adalah seorang cowok bertubuh tinggi dan berambut landak yang menabrakku. Wajahnya tak asing bagiku. Aku seperti mengenalnya.
“Iya, sorry gak sengaja! Eh, elu kan..” sepertinya cowok itu juga merasa mengenalku. Aku hanya terdiam melihatnya dengan seksama.
“Elu!” teriakku dan cowok itu berbarengan. Aku berhasil mengingatnya, dia itu..
“Lu kan cewek tengil yang naksir sama gue! Kok ada lu sih di sini?” ucap cowok itu, tepatnya cowok menyebalkan itu.
“Ya gue sekolahlah di sini! Kenapa gue harus ketemu lu lagi sih?! Cowok badung yang pernah masukin tikus ke tas guru.. trus ngejual jawaban ulangan..” ucapku dengan muka kesal.
“Jih, emang kenapa kalau ketemu gue lagi? Takut gak bisa move on?”
“Tau ah!” aku langsung menarik Nessa untuk pergi. Benar-benar menguji emosi. Nessa tampak kebingungan melihat kejadian ini.
Aku dan Nessa sampai di kantin. Kami hanya membeli minuman.
“Vera, lu kenal Kak Ray?” tanyanya.
“Iya, dia kakak kelas gue waktu SD. Dia itu, anak paling badung di SD gue dulu, tapi otaknya paling pinter.” jawabku.
“Trus tadi dia bilang, lu naksir dia?”
“Iya, tapi itu dulu! Dua tahun yang lalu!” Nessa tampak tak percaya mendengar ceritaku. “Memangnya kenapa?”
“Duh, Vera.. gue itu.. gue suka sama Kak Ray!” aku tersedak mendengarnya. “Dan menurut gue, dia gak separah yang lu bilang kok.”
“Maksudnya?”
“Iya, dia gak sebadung yang lu bilang. Emang sih kadang nyebelin, tapi gak jarang kok dia baik banget.”
“Masa sih?”
“Iya!” Nessa meyakinkanku. “Tapi lu udah move on kan?”
“Ya udahlah, gue malah merasa bodoh pernah naksir dia.” jawabku tanpa ragu.
“Ciyus?”
“Serius.”
“Cumpah?”
“Sumpah.”
“Miapah?”
“Berantem yuk.”

2 komentar:

  1. rumah baru, sekolah baaru :D moga betah ya, emang perlu waktu untuk membiasakan diri

    BalasHapus

your comment is everything